20 September 2015

Denny Sacul, Hidup Saya 90% Mengarah Ke Bridge



[Majalah Bridge Indonesia] - Sosok Deny Sacul atau yang lengkapnya Denny Jacob Sacul bagi dunia bridge tanah air bukanlah sosok asing. Malang melintang sebagai pemain sejak masih muda membuat deny mampu menancapkan namanya di kancah bridge nasional. Tak itu, namanya juga berkibar di level internasional setelah berkali-kali meraih gelar juara pada kejuaraan bergengsi.

Namun, banyak yang belum mengetahui jika perkenalan deny dengan bridge sejatinya berawal dari ketidaksengajaan. Semua bermula ketika ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) di ujung pandang (makassar), sulawesi selatan pada 1960. Ketika itu, deny yang tinggal bersama sang kakak di komplek militer menonton orang-orang sedang berlatih bridge tak jauh dari rumahnya.

Berawal hanya dari menonton, perkenalan deny dengan bridge semakin mendalam ketika ia pindah ke surabaya saat duduk dibangku sekolah menengah atas (SMA). Deny pun seperti sudah ditakdirkan berjodoh dengan bridge ketika rumah tinggalnya berdekatan dengan a.y. unuputri yang merupakan atlet bridge surabaya. Kebetulan, rumah unuputi saat itu menjadi tempat untuk latihan bermain bridge.

“setiap diadakan latihan, saya selalu menonton dengan dalih sambil menikmati konsumsi yang disediakan. Tapi, suatu ketika kelompok latihan tersebut kekurangan orang untuk bermain dan saya diminta untuk menggantikan sementara pemain yang belum datang. Setelah ikut bermain ternyata saya mendapat sambutan dan pujian yang luar giasa karena bermain sangat baik. Sejak saat itu akhirny saya bergabung menjadi anggota di kelompok bridge tersebut,” ujar deny mengisahkan.

Momentum yang tak diduga-duga datang ketika deny harus pindah ke jakarta mengikuti kakaknya yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) pada 1967. Di ibukota, deny muda sempat menempuh jalur kuliah. Akan tetapi, hasratnya untuk bermain bridge tak bisa lagi terbendung sehingga membuatnya meninggalkan bangku kuliah. Namun, keputusannya tersebut terbayar pada empat tahun kemudian ketika ia mengikuti seleksi nasional dan terpilih menjadi salah satu pemain tim nasional berpasangan dengan bram nayoan pada 1971.

“Praktis arah hidup saya 90% mengarah ke dunia bridge. Selain menjadi atlet sudah sejak lama saya juga berperan sebagai pelatih di beberapa klub, bahkan ditingkat internasional seperti pada tahun 2007 saat diminta melatih tim nasional india dan tahun 2012 – 2013 menangani tim thailand,” tandasnya.

Prestasi demi prestasi seakan terus melekat sejak berlabel pemain nasional. Berbagai macam gelar pun sudah pernah dirasakan deny sejak pertama kali meraih juara I APB pada 1979. Namun, ada satu gelar yang menurutnya paling berkesan yakni ketika tim nasional indonesia dilatih oleh pelatih terbaik dunia eric kokish. Berkat tangan dinginnya, eric mampu membawa indonesia mendadak masuk ke jajaran tingkat elit dunia pada 1996. Puncaknya, pada 2000 menjadi juara dunia pada ajang tidka remi yakni kejuaraan invitasi 6 besar dnui di swiss dengan mengalahkan italia di partai final.

“(Gelar) yang berlum saya raih adalah menjadi juara dunia untuk kejuaraan resmi yang diselenggarakan oleh WBF. Karena gelar tertinggi dari olahraga bridge adalah grand master yang hanya dapat disandang ketika bisa meraih juara dunia pada kejuaraan dunia yang diselenggarakan oleh WBF. Tapi, saya masih punya kans untuk meraih itu, mengingat poin untuk menjadi grandmaster yang saya miliki sudah memenuhi syarat,” katanya.

Sebagai pemain senior, Denny pun tidak lupa memberikan pandangannya terhadap para pemain muda. Menurutnya, untuk kondisi saat ini, secara kuantitas banyak pemain muda, tetapi kualitasnya masih sagat rendah. Karena itu, dibutuhkan adanya pembinaan secara rutin seperti yang selalu diserukan oleh Ketua Umum PB GABSI Ekawahyu Kasih yakni Bridge Masuk Sekolah (BSM).

“Jika dulu para pemain penuh dengan motivasi dan tidak terganggu dengan masalah ekonomi sehingga fokus pada prestasi. Tapi, sekarang para pemain sudah terganggu dengan masalah ekonomi yang membuat mereka jadi tidak fokus dalam meraih prestasi. BMS sudah sangat baik tapi masih ada kekurangan yakni kesulitan mendapatkan pelatih,” pungkasnya.